Fiqih dan Keutamaan Puasa Sya’ban & Nisfu Sya’ban
REDAKSI KUA. Tidak
terasa kini kita telah memasuk gerbang bulan Sya’ban. Dengan hadirnya Sya’ban
berarti tinggal sebulan lagi kita akan kedatangan tamu istimewa ‘syahru
Ramadhan’. Sebagai bekal untuk meningkatkan amal ibadah di bulan Sya’ban ini,
marilah kita mengkaji seputar Sya’ban.
Bulan Sya’ban adalah bulan di saat Nabi Muhammad saw melakukan puasa sunnahnya yang terbanyak. Di bulan-bulan lain, Nabi tidak melakukan puasa (sunnah) sebanyak di bulan Sya’ban. Namun tak ada kejelasan, tepatnya berapa hari yang disunnahkan berpuasa.
Persoalan
boleh atau tidak melakukan puasa sebulan penuh di bulan Sya’ban, itu
boleh-boleh saja. Tidak ada dalil yang mengharamkan.
Hanya
perlu diketahui ada perbedaan pendapat, antara yang memakruhkan puasa pada
paruh kedua (setelah tanggal 15) Sya’ban, ada yang tidak. Perbedaan ini terjadi
dikarenakan adanya 2 hadis yang berbeda. Kelompok yang memakruhkan menggunakan
hadis: “Tiada puasa setelah separuh dari Sya’ban hingga masuk Ramadan.”
Sementara yang tidak
memakruhkan mendasarkan pada beberapa hadis (di antaranya):
Diriwayatkan
dari Umi Salmah: “Saya tak pernah melihat Rasulullah puasa dua bulan
berturut-turut kecuali di bulan Sya’ban dan Ramadan.” Dalam redaksi lain:
“Tidak pernah Rasulullah melakukan puasa sunnah sebulan penuh kecuali di bulan
Sya’ban.” (Riwayat Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah). Dan dalam
redaksinya Ibnu Majah: “Nabi pernah puasa (penuh) di bulan Sya’ban dan
Ramadan.”
Demikianlah perbedaan
itu muncul. Perlu diketahui juga, ada ulama yang menganggap dhaif hadis yang
memakruhkan puasa di paruh kedua Sya’ban. Karena ada hadis lain lagi yang
melarang puasa sehari-dua hari sebelum Ramadan. Ini tujuannya untuk menghindari
hari “syak” (hari yang mendekati Ramadan, belum diketahui dengan jelas kapan
akhir Sya’ban dan awal Ramadan).
Kembali ke persoalan
semula, boleh-tidaknya berpuasa sebulan penuh di bulan Sya’ban, pendapat yang
membolehkan lebih cocok diikuti. Ini dengan alasan:
1. Ada hadis yang menunjukkan bolehnya puasa Sya’ban
sebulan penuh (seperti tersebut di atas).
2. Bahwasanya larangan puasa sehari-dua hari sebelum
Ramadan itu untuk menghindari keragua-raguan. Karena pada hari-hari itu sudah
dekat awal Ramadan. Padahal puasa Ramadan itu harus jelas niatnya: niat puasa
Ramadan.
3. Masa sekarang ini tidak ada kesulitan lagi untuk
mengetahui awal bulan (atau akhir bulan) karena kecanggihan teknologi.
Jadi
pada aslinya puasa sebulan penuh di Sya’ban itu tetap disunnahkan. Kalaupun
sehari-dua hari di akhir Sya’ban itu tidak diperbolehkan, itu karena untuk
menghindari ketidakjelasan. Dengan demikian, jika sudah tahu kapan awal
Ramadan, maka tidak apa-apa melakukan puasa sampai akhir Sya’ban.
Hikmah Puasa Sya’ban
Ulama
berselisih pendapat tentang hikmah dianjurkannya memperbanyak puasa di bulan
Sya’ban, mengingat adanya banyak riwayat tentang puasa ini.
Pendapat yang paling
kuat adalah keterangan yang sesuai dengan hadis dari Usamah bin Zaid, beliau
bertanya: “Wahai Rasulullah, saya belum pernah melihat Anda berpuasa dalam satu
bulan sebagaimana Anda berpuasa di bulan Sya’ban. Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
ذَلِكَ
شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ، وَهُوَ شَهْرٌ
تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ، فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ
عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ
“Ini adalah bulan
yang sering dilalaikan banyak orang, bulan antara Rajab dan Ramadhan. Ini
adalah bulan dimana amal-amal diangkat menuju Rab semesta alam. Dan saya ingin
ketika amal saya diangkat, saya dalam kondisi berpuasa.” (HR. An Nasa’i, Ahmad,
dan sanadnya dihasankan Syaikh Al Albani)
Malam
Nishfu Sya’ban
Ulama
berselisish pendapat tentang status keutamaan malam nishfu Sya’ban. Setidaknya
ada dua pendapat yang saling bertolak belakang dalam masalah ini. Berikut
keterangannya:
Pendapat
pertama, tidak ada keuatamaan khusus
untuk malam nishfu Sya’ban. Statusnya sama dengan malam-malam biasa lainnya.
Mereka menyatakan bahwa semua dalil yang menyebutkan keutamaan malam nishfu
Sya’ban adalah hadis lemah. Al Hafidz Abu Syamah mengatakan: Al Hafidz Abul
Khithab bin Dihyah –dalam kitabnya tentang bulan Sya’ban– mengatakan, “Para
ulama ahli hadis dan kritik perawi mengatakan, ‘Tidak terdapat satupun hadis
shahih yang menyebutkan keutamaan malam nishfu Sya’ban’.” (Al Ba’its ‘ala
Inkaril Bida’, Hal. 33).
Syaikh
Abdul Aziz bin Baz juga mengingkari adanya keutamaan bulan Sya’ban dan nishfu
Sya’ban. Beliau mengatakan, “Terdapat beberapa hadis dhaif tentang keutamaan
malam nishfu Sya’ban, yang tidak boleh dijadikan landasan. Adapun hadis yang
menyebutkan keutamaan shalat di malam nishfu Sya’ban, semuanya statusnya palsu,
sebagaimana keterangan para ulama (pakar hadis).” (At Tahdzir min Al Bida’,
Hal. 11)
Pendapat
kedua, terdapat keutamaan khusus untuk
malam nishfu Sya’ban. Pendapat ini berdasarkan hadis shahih dari Abu Musa Al
Asy’ari radhiallahu ‘anhu, dimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya Allah melihat pada malam pertengahan Sya’ban. Maka Dia mengampuni
semua makhluknya, kecuali orang musyrik dan orang yang bermusuhan.” (HR. Ibn Majah,
At Thabrani, dan dishahihkan Al Albani).
Setelah
menyebutkan beberapa waktu yang utama, Syaikhul Islam mengatakan, “…pendapat
yang dipegangi mayoritas ulama dan kebanyakan ulama dalam Madzhab Hambali
adalah meyakini adanya keutamaan malam nishfu Sya’ban. Ini juga sesuai
keterangan Imam Ahmad. Mengingat adanya banyak hadis yang terkait masalah ini,
serta dibenarkan oleh berbagai riwayat dari para sahabat dan tabi’in…” (Majmu’
Fatawa, 23:123)
Ibn
Rajab mengatakan, “Terkait malam nishfu Sya’ban, dulu para tabi’in penduduk
Syam, seperti Khalid bin Ma’dan, Mak-hul, Luqman bin Amir, dan beberapa tabi’in
lainnya, mereka memuliakannya dan bersungguh-sungguh dalam beribadah di malam
itu…” (Lathaiful Ma’arif, Hal. 247).
No comments: