Fenomena Mudik Lebaran
Fenomena Mudik Lebaran

Mudik yang berasal dari kata “udik” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti sungai disebelah atas (arah dekat sumber) atau (daerah) dihulu sungai. Kata itu mengandung makna positif, yaitu bagian atas sungai atau bagian kepala sungai yang dekat sumber mata air, sehingga jernih dan belum terkena polusi. Namun ada makna kedua dalam KBBI, yaitu “udik” berarti desa, dusun, kampung (lawan dari kota). Sayangnya kesan yang berkembang di masyarakat cenderung ke arah konotasi negatif karena “orang udik” atau “orang dusun” sering dikaitkan dengan kebodohan dan kurang tahu sopan santun. Lalu, mengapa kita harus repot-repot menjalan tradisi itu? Jawabnya adalah banyak nilai yang terkandung dalam tradisi mudik. Misalnya, selain menjaga silaturahmi dengan kerabat di kampung halaman atau lebih jauh kita akan tetap ingat kepada asal-muasal kita.
Selain itu mudik juga bisa jadi momen “unjuk diri”. Ajang dimana bisa menunjukkan eksestensi dan keberhasilan seseorang selama di perantauan kepada masyarakat tempat dia berasal. Ya, makna mudik mulai mengalami pergeseran nilai dengan terkontaminasi oleh adanya kegiatan “pamer” kekayaan. Dan tanpa disadari masyarakat “kampung” pun ikut ternyata mulai terkontaminasi oleh budaya feudal tersebut. Mereka cenderung lebih menghargai mereka yang membawa kendaraan, harta benda yang banyak dan “mentereng” ketimbang yang tidak punya apa-apa. Padahal seharusnya hikmah mudik yang terbesar dan dikedepankan, adalah momentum kembali ke fitrah dengan melakukan sungkem dan berbaik-baikan pada orang tua. Karena pertemuan dengan orang tua, kerabat, saudara, sahabat mampu menjadi motivasi/spirit yang luar biasa.
sumber : http://www.fahdisjro.com/2013/07/fenomena-mudik.html
No comments: